Contact Centre adalah salah satu lini terdepan yang sangat penting bagi sebuah perusahaan. Salah satu lini depan yang perlu mendapat perhatian serius selain marketing dan sales. Contact Centre secara langsung berhubungan dengan brand perusahaan dan loyalitas konsumen. Jika salah kelola pertaruhannya sangat besar.
Sangat strategisnya posisi contact centre karena orang-orang yang menghubungi bagian ini merupakan pelanggan yang secara spesifik mau berbicara dan berkomunikasi dengan kita. Mereka adalah orang-orang yang secara langsung mau memberikan feedback jujurnya. Yang disampaikan kepada kita adalah pengalaman yang dialami secara langsung berkaitan dengan produk atau jasa yang kita sediakan, sehingga feedback seperti ini akan sangat berguna bagi pengembangan produk dan kapasitas layanan sebuah perusahaan.
Lebih dalam lagi, konsumen yang mau menghubungi contact centre adalah konsumen yang bersedia mengeluarkan sejumlah biaya agar bisa berkomunikasi dengan kita. Pesan yang bisa kita tangkap dari hal ini setidaknya ada dua, pertama tingkat urgensi si konsumen sangat tinggi sehingga dia mau mengalokasikan waktu dan biayanya untuk menghubungi kita, yang kedua adalah bahwa konsumen jenis ini perlu kita perhatikan betul karena mereka adalah konsumen yang mau mengambil langkah-langkah ekstra jika mereka puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa kita.
Jika konsumen seperti ini puas, maka hasilnya akan sangat bagus bagi brand kita, karena mereka akan berpotensi menceritakannya pada orang lain, yang merupakan buzz marketing, marketing paling ampuh dalam mendapatkan kepercayaan konsumen. Namun sebaliknya, jika konsumen seperti ini, yang rela mengeluarkan biaya untuk bisa menghubungi kita via contact centre, tidak puas alias kecewa, maka potensi untuk menyebarkan ketidakpuasannya pada orang lain baik secara langsung ataupun melalui media sosial juga sangat tinggi. Terlebih lagi di era milenial seperti sekarang, menshare experience adalah hal yang sangat mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Strategis Tapi Enggan
Walaupun merupakan sebuah departemen/divisi yang strategis, namun ternyata contact centre bukanlah jenis pekerjaan yang menjadi favorit generasi milenial. Para eksekutif perusahaan harus bekerja ekstra keras dalam mengelola tim contact centre agar tidak kehilangan motivasi dan menghindari turn over karyawan yang tinggi.
Sebuah keterangan menarik disampaikan oleh Wani Sabu, Senior Vice President BCA, dalam sebuah talk show “New Customer Experience in Digital Era” yang diselenggarakan oleh Contact Centre 168 pimpinan Grace Heny, di hotel JS Luwansa pada 27 September lalu. Menurut perempuan yang lama menangani tim contact centre ini, jajaran management harus melakukan banyak kegiatan kreatif dan inovatif agar tim contact centre tetap termotivasi dan tidak bosan lalu resign. Salah satu yang dilakukan adalah membuat berbagai project-project kecil menarik yang menjadi tanggungjawab tim contact centre.
Selain itu hal yang tak kalah penting menurut perempuan yang berhasil mengantarkan Halo BCA menjadi The Best Mega Contact Centre World ini adalah menyusun karir path yang jelas dan berjenjang bagi tim contact centre, sehingga anggapan bahwa tim ini hanya sebagai tukang angkat telepon bisa dihilangkan.
Potensi Besar Big Data Pada Contact Centre
Potensi besar yang belum banyak digali oleh perusahaan salah satunya adalah Big Data pada contact centre. Lalulintas data yang diterima, dilayani, dan disimpan oleh cotact centre sangat besar. Data-data ini bukan hanya sebatas data statistik, namun juga yang sangat penting adalah data-data terkait kebiasaan konsumen, yang jika digali dan dimanfaatkan lebih lanjut akan sangat berguna bagi pengembangan strategi perusahaan secara keseluruhan.
Untuk organisasi pemerintah macam DKI Jakarta yang menggunakan Qlue sebagai layanan pengaduan bahkan datanya bisa digunakan untuk menolong masyarakat secara langsung, melakukan tata kelola perencanaan wilayah, dan bahkan sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengembangan strategi pengentasan kemiskinan.